Pagi hari, seperti biasa aku mengawali kegiatan dengan bebenah rumah. Cuci
piring, menyapu lantai, cuci pakaian dan setumpuk pekerjaan rutin lainnya. Untuk
menemaniku bekerja, kuambil sekeping kaset nasyid anak-anak, kumasukkan ke dalam
tape recorder yang sudah butut, dan... klik:
Ajarilah, aku ya Allah
Mengenali, karunia-Mu
Begitu banyak yang, Kau beri
Begitu sedikit
yang, kusadari
Ajarilah, aku ya Allah
Berterima kasih, pada-Mu
Supaya aku dapat slalu
Mensyukuri nikmat-Mu
Sayup-sayup
kudengar alunan sebuah lagu, mengalun merdu dari bibir-bibir mungil anak-anak
yang kira-kira masih berusia balita. Hatikupun bergetar, air mata menetes
membasahi pipi, menyadari betapa pelitnya diri ini mengucap syukur atas segala
karunia yang telah dilimpahkan oleh-Nya. Serta-merta, bibir ini berucap,
"astaghfirullahal 'adziim" seraya menghapus air mata.
Sejurus kemudian
hati ini berbicara, mencoba mengurai satu-persatu nikmat yang telah terkecap.
Di pagi yang cerah, ketika sinar mentari menghangati tubuh, sungguh ada
sebuah nikmat yang begitu indah terasa. Lalu, ketika kupandangi tubuh ini satu
demi satu masih tetap utuh seperti sedia kala, mata yang mampu melihat dengan
sempurna, tangan yang mampu memegang dan mengerjakan berbagai aktivitas, kaki
yang bisa melangkah, kulit yang mampu merasakan sentuhan angin yang lembut, dan
hidung yang mampu menghirup udara segar. Sungguh, inipun merupakan nikmat yang
begitu besar.
Semakin lama kucoba mengurainya, semakin banyak nikmat
yang kurasa. Demikian banyak, dan teramat banyak hingga aku tak mampu menghitung
satu persatu, karena memang tak terhingga jumlahnya. Persis seperti yang Allah
kabarkan dalam firman-Nya: "Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan
sangat mengingkari (nikmat Allah) (QS. Ibrahim:31)". Astaghfirullahal 'adziim,
lidahkupun menjadi kelu, tak sanggup lebih banyak berucap.
Segalanya
Allah anugerahkan kepada diri ini dengan cuma-cuma. Tak serupiahpun Allah
menetapkan tarifnya, tak secuilpun Allah mengharap imbalannya. Namun mengapakah
aku tak pandai bersyukur? Padahal Allah SWT berjanji : "...la in syakartum la
aziidannakum, wala in kafartum inna 'adzaabi lasyadiid (Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih)".
Dan janji Allah
selalu benar adanya, tak pernah salah dan tak pernah lupa.
***
Akupun mencoba merenung, apakah gerangan yang membuat diri
ini tak pandai bersyukur? Dalam pandangan masyarakat umum yang kufahami selama
ini, segala sesuatu dianggap sebuah nikmat adalah ketika kita memperoleh sesuatu
yang menyenangkan. Harta yang banyak, rumah yang indah, teman yang selalu setuju
dan menyokong pendapat kita, sehingga kita dapat memenuhi segala keinginan yang
ada dengan segala fasilitas yang mudah didapat tanpa harus bersusah payah
bekerja.
Seringkali pula kita tidak menyadari bahwa, mata yang mampu
melihat secara sempurna ini adalah nikmat, tangan yang mampu memegang dan
melakukan segala aktivitas adalah nikmat, kaki yang mampu melangkah adalah
nikmat, kesehatan kita adalah nikmat, oksigen yang melimpah ruah dan bebas kita
hirup adalah nikmat, hidayah Islam yang mengalir dalam diri kita ini adalah
nikmat yang teramat mahal harganya, kasih sayang orang tua yang mampu
mengalahkan segalanya demi membimbing dan membesarkan kita adalah nikmat, dan
entah berapa banyak kenikmatan yang lain yang tidak kita sadari. Padahal,
kenikmatan yang Allah karuniakan kepada kita tak terhingga banyaknya. Masya
Allah, astaghfirullahal 'adziim, semoga Allah berkenan mengampuni kita dan
membimbing kita menjadi hamba-hamba yang pandai bersyukur.
Berikutnya,
seringkali kita merasa iri dengan kesenangan/kenikmatan yang dimiliki oleh orang
lain. Ketika kita melihat orang lain bahagia, bukannya kita ikut bersyukur atas
kebahagiaannya. Sebaliknya, kita justru mencibirkan bibir dan menuduh yang
tidak-tidak. Membuat berbagai analisa, darimanakah gerangan mereka memperoleh
kesenangan. Berprasangka buruk dan menyebarkan bermacam berita, sehingga
perilaku tersebut. Menjauhkan diri kita dari rasa syukur kepada Allah.
Astaghfirullah wa na'udzubillahi min dzaalik.
Tak jarang pula, dalam
diri kita terjangkit penyakit "wahn (terlalu cinta dunia, dan takut mati)",
hanya kesenangan dan kesenangan yang ingin kita raih, tak sedikitpun ingin
merasakan sebuah penderitaan. Sehingga ketika Allah berkenan memberikan sebuah
cobaan, diri kita tak sanggup menanggung. Merasa diri menjadi orang yang paling
sengsara di dunia, dan bahkan ada yang sampai berani menghujat dan menghakimi
Allah sebagai penguasa yang tidak adil. Na'udzubillaahi min dzaalik,
astaghfirullahal'adziim.
Disisi lain, Allah jua yang berkenan
menciptakan kita sebagai makhluk yang senang berkeluh kesah. "Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS. Al
Maariij: 19-21). Bila sifat ini tidak kita kelola dengan baik, maka tidak
menutup kemungkinan bila pada akhirnya diri ini tumbuh menjadi makhluk yang tak
pernah mampu bersyukur.
***
Karenanya, amat baiklah sekiranya
kita mampu melatih diri, mensyukuri apa saja yang ada pada diri kita. Apapun
yang Allah berikan kepada kita, haruslah kita yakini bahwa itulah pilihan
terbaik yang Allah kehendaki. Tak perlu iri dan dengki terhadap nikmat orang
lain, hingga kita mampu menjadi seorang mu'min seperti yang digambarkan oleh
Rasulullah Muhammad SAW: "Amat mengherankan terhadap urusan mu'min, seandainya
baik hal itu tidak terdapat kecuali pada orang mu'min. Bila ditimpa musibah ia
bersabar, dan bila diberi nikmat ia bersyukur" (HR. Muslim).
Terakhir,
marilah senantiasa mengamalkan do'a Nabi Sulaiman as. dalam kehidupan kita. Agar
kita senantiasa terbimbing, memperoleh ilham dari Allah SWT, sehingga kita
menjadi makhluk yang pandai bersyukur pada-Nya.
"Robbi awzi'nii an
asykuroo ni'matakallatii an'amta 'alayya wa'alaa waalidayya wa an a'mala
shoolihan tardhoohu wa ad khilnaa birohmatika fii 'ibaadikashshoolihiin".
Ya Robb kami, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk
mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhoi; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu
ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh. (QS. An Naml : 19). Aamiin.
Wallaahu a'lam bishshowwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar